Rabu, 13 Februari 2013

Part Of Me Is You 3


Aku sedang berada dikantorku mempelajari beberapa dokumen penting. Akhir-akhir ini pekerjaanku sangatlah padat. Aku sudah melupakan tentang gadis itu kalau dia tidak tiba-tiba menelponku.

Kriiing….Kriing…

Aku melihat ponselku. Nomor baru yang tidak aku kenal. Siapa yang bisa menelpon langsung ke ponselku ya. Aku memang tidak memberikan nomor ponselku sembarangan. Hanya beberapa teman dekat dan keluargaku yang tahu nomor ponselku. Atau asisten pribadiku, dan beberapa klien yang sudah bersahabat denganku. 

Jika menyangkut kepentingan pekerjaan dan lain-lain, orang akan menghubungiku ke kantor atau melalui asistenku.

“Halo…” ujarku sambil tetap tak mengalihkan mataku dari dokumen yang kupelajari.

“Halo, ini Edward?” Tanya seorang gadis disebrang telpon.

“Ya…siapa ini?” tanyaku sambil berusaha mengingat suara di telpon itu. Aku menghentikan sejenak pekerjaanku  dan mulai fokus pada pembicaraan diponselku.

“Aku Jemima…ehmm kita pernah ketemu…aduh lupa berapa bulan lalu yaa…” ujarnya sedikit ragu. “Apa kamu ingat kita pernah berselisih ditoko buku kecil karena masalah buku arsitektur?” tanyanya lanjut berusaha mengembalikan ingatanku padanya.

“Jemima?...ehmmm sebentar…aku sedikit lupa, buku yaa??” tanyaku lebih kepada diriku dan ingatanku. Aku mengeryitkan dahiku untuk lebih berusaha mengingat sosok gadis yang suaranya sedang berbicara diponselku sekarang.

“Iyaa…iyaa…yang rebutan buku itu ditoko buku, aku janji kasi buku itu ke kamu kalau udah ga aku perlu lagi. Dan tugas akhirku udah selesai sekarang. So kamu bisa ambil deh buku itu.” Lanjutnya bersemangat mengingatkanku.

Oww…gadis itu…

Aku tak mengira dia masih mengingat janjinya untuk memberikan buku itu padaku. Karena sebenarnya aku tak terlalu menganggap dia serius saat itu sehingga aku pun melupakan janjinya begitu saja.

“Jadi mau kamu ambil dimana? Bisa kita ketemuan dimana?” tanyanya lagi menyadarkanku. Mungkin karena aku terdiam tak menjawabnya.

“Ehmmm…boleh deh, bisa datang ke tempat ini?” lalu aku menyebutkan nama satu tempat untuk janjian ketemu dengannya.

“Bisa…jam berapa? Masih inget aku? Atau mungkin kita harus pake tanda pengenal ya? Atau apa ya, penanda gitu deh.” Ujarnya antusias.

Aku tak pernah mengira ada gadis seaneh itu, hanya demi memberi sebuah buku begitu antusiasnya dia.

“Oke jam 7 deh ya…see u there ya…sepertinya aku masih sedikit ingat kamu. Atau kamu taruh aja buku itu diatas meja nanti aku akan mengenalinya. Kalau aku tiba dulu, aku akan taruh saputanganku diatas meja, biar kamu tahu itu aku.” Jawabku sambil memberi ide tentang cara kami bertemu. Siapa tau memang diantara kami ada yang lupa wajahnya.

“Oke deh…” jawabnya akhirnya sambil menutup hubungan telponnya.

Gadis yang aneh, pikirku. Namun tak urung aku tersenyum juga mengingat kejadian barusan.


***

Aku melirik jam tangan dipergelangan tanganku. Pukul 6.45, 15 menit lagi aku harusnya sudah ada dikafe tempat aku janjian dengan gadis itu…emmm siapa ya namanya, o iya Jemima.

Tapi melihat rapat ini masih berjalan sedikit alot, sepertinya aku akan terlambat datang kesana.

“Oke jadi bagaimana menurut bapak akan rencana proyek pembangunan gedung itu? Yang akan menangani standarisasi dan melihat ke lapangan mungkin lebih tepat ditangani pak Burhan, pak. Selain beliau berpengalaman beliau juga sangat tahu dan paham akan lokasi tempat pembangunan gedung itu. Bagaimana pendapat bapak?” ujar Ali, salah satu staff ahliku.

“Ehmmm…oke tolong nanti dilist aja dulu siapa-siapa yang siap dan mampu terlibat dalam proyek ini, karena sepertinya ada beberapa orang yang berkompeten, jadi mungkin saya akan melihat ulang lagi deh. Sepertinya proyek ini sedikit sulit dan perlu orang-orang yang benar-benar paham, karena klien kita kan klien besar, jadi kita harus bekerja ektra hati-hati. “ ujarku kemudian karena merasa banyak nama yang disodorkan namun ada perdebatan sana-sini siapa yang pantas atau tidak menangani proyek besar kali ini.

“Baik pak, besok saya serahkan ke asisten bapak listnya.” Ujar Ali padaku.

“Oya Ali tolong kamu urus juga proyek dengan Baprido sudah sampai sejauh apa, saya mau melihat perkembangan nya sampai sejauh apa. Besok tolong kasi semua laporannya ke asisten saya ya.” Kataku pada Ali sebelum mengakhiri rapat yang sudah berlangsung 2 jam tanpa jeda itu.

Aku merenggangkan badanku sejenak saat kembali ke ruanganku. Lalu menyambar jasku dan segera berlalu menuju ke tempat parker mobilku dilantai basemen.  

Jam tanganku sudah menunjukkan angka 7.10…sudah 10 menit aku terlambat. Rasanya tak enak terlambat dipertemuan pertama dengan seorang gadis, walaupun itu bukan kencan. Aku menyalakan mesin mobilku dan melaju menembus jalanan menuju tempat pertemuanku dengan Jemima.


***

Di sebuah kafe

Gadis itu sudah menunggu disana sekitar 20 menitan. 

Saat tiba di kafe itu, dia sempat melirik ke jamnya, 6.50. Kepalanya celingak-celinguk mencari seorang laki-laki dengan saputangan di atas meja. Tapi tak menemukan orang yang dimaksudnya. Terlalu cepat mungkin, pikirnya dalam hati. Entah mengapa dia ingin lagi bertemu lelaki itu, karena itu dengan alasan memberi buku, dia jadi bisa bertemu ulang dengan laki-laki itu.

Pertama kali menatap laki-laki itu saat buku ditangannya dirampas paksa olehnya, dia sudah menilai terlalu jauh fisik lelaki itu. Matanya yang besar, tajam, dengan hidung yang menjulang tinggi, rambutnya yang bergelombang membuatnya terlihat tampan, rahangnya keras namun bagus dilihat, pas berada diwajahnya yang oval. Badannya tegap dan berisi, terlihat begitu ideal dimatanya. Dia mengira-ngira mungkin umur lelaki itu sekitar 30 tahunan. Mengenakan setelan jas yang elegan dan terlihat mahal, khas eksmud kota metropolitan.

Ajang rebutan dengan laki-laki itu menyisipkan senyum diwajahnya senantiasa. Mungkin kalau bukan dengan lelaki itu, dia ga akan sengotot itu mau berebutan. Tapi dari awal melihat matanya yang melebar kearahnya, mata itu udah menghipnotisnya, hingga dipikiran jahilnya, mungkin itu salah satu caranya untuk bisa punya alasan berbicara atau berkenalan  dengannya.

Tetapi saat melihat akhirnya laki-laki itu mengalah dan kemudian berlalu begitu saja, dia sebenarnya kehabisan akal.  Tapi saat melihatnya sedang duduk di kafe dekat toko buku itu, timbul lagi idenya untuk dapat mengenal laki-laki itu. Dan ide untuk memberikan buku buat laki-laki itulah yang melintas dibenaknya saat itu, karena dia melihat sepertinya lelaki itu sangat mengingini buku itu.

Ah malunya bila memikirkan itu. Dia tersenyum membayangkan hal itu.

Mungkin laki-laki itu tak akan pernah mengingatnya sedikitpun, saat dia menelpon laki-laki itu kemarin, dia juga sudah melupakannya. Namun begitu senangnya gadis itu saat lelaki itu akhirnya mau menemuinya.

Dan disinilah dia saat ini, menunggu laki-laki itu dengan dada yang berdebar-debar.

Dia meletakkan buku itu diatas meja, telah beberapa kali dia menggeser letak buku itu, supaya dapat terlihat oleh laki-laki itu. Sambil beberapa kali menatap jam tangan tipisnya. Waktu seakan berjalan lambat baginya.


***

Aku berlari kecil menuju kafe yang telah disepakati untuk pertemuan dengan gadis itu.

“Maaf…” ujarku saat tak sengaja menabrak seorang ibu karena terburu-buru berlari.

Saat tiba dikafe yang dimaksud, aku berjalan kedalam dan mulai mencari sesosok gadis yang kira-kira mungkin gadis itu.

Aku melihatnya sudah menungguku dengan buku diatas mejanya.

Aku melirik sekilas jam tanganku, ups telat  hampir 30 menit, pikirku malu. Hal yang seharusnya ga pernah aku lakuin sebagai seorang pengusaha. Waktu adalah uang dan itu berharga. Kalau saja ini pertemuan bisnis besar, pasti udah lenyap sedari tadi.

Aku menenangkan diriku, entah kenapa tiba-tiba aku deg-deg an melihat gadis itu.

Dia mendongak menatapku karena mendengar seseorang mendekat kearahnya lalu  kemudian melihat sekilas kearah jam tangannya.

“Maaf…telat…” ujarku saat menyapanya pertama kali. “Edward,” ujarku memperkenalkan diri lagi kepadanya sambil memberikan tanganku untuk bersalaman “Jemima?”

“Bangeet…” ujarnya sedikit manyun, “Ya…Jemima.”

Entah mengapa aku tiba-tiba ingin tersenyum melihat mulutnya yang dia monyongkan dengan wajah sedikit jutek.

“Soriii…udah usahain banget datang on time tapi karena ada rapat  tadi, jadi telat.” Kataku menjelaskan, entah mengapa sepertinya penting untuk menjelaskan tentang keterlambatanku padanya walau sebenarnya tak penting juga, toh kami bukan bertemu untuk berkencan tapi hanya untuk serah terima buku. That’s it dan mungkin setelah itu aku ga akan bertemu dia lagi.

Dia tersenyum dan baru aku sadari senyum gadis ini manis sekali. Baru kali ini aku jelas menatapnya.

Matanya besar bulat dengan sinar lembut, hidungnya kecil tapi mancung, bibirnya kecil dan tipis, rambutnya terurai sebahunya dan berwarna hitam lebat. Gadis ini cantik, menurut penilaian awal bisa kuberi nilai 8, tapi sederhana, tak bermake up seperti gadis-gadis lain seumur dia. Menurut perkiraanku mungkin umurnya baru sekitar 20 atau 21 an karena dia pernah berkata sedang menyelesaikan tugas akhirnya.

“Ga papa kog, salah aku juga kecepetan…” ujarnya sambil tertawa kecil.
Aku duduk di bangku depannya.

“Ga kog, karena tadi meetingnya kelamaan aja,” ujarku sambil tersenyum kearahnya. “Yah namanya kerja hehe…gitu deh walau kadang cape juga karena hampir seluruh waktu aku buat kerja dan kerja.”

“Emank kamu jarang seneng-seneng ma temen ya?”  tanyanya, “Ga papa kog, kan ga penting-penting juga ketemu aku, not a big problem.” Katanya lagi sambil tersenyum.

Senyumnya indah…heeii napa aku bisa berpikir demikian tiba-tiba tentang dia ya?

Aku jadi intens memperhatikan apa yang dilakukannya. Dan ternyata berbicara dengannya begitu mengasikkan, menenangkan dan membuat aku sedikit rileks setelah tadi berjibaku dengan pekerjaan dan rapat panjang yang aku lalui sepanjang hari ini sebelum bertemu dengannya.

Kami berbincang-bincang tentang desain, arsitektur, tentang aku, tentang dia. Nyambung banget. Kadang aku yang berbicara, kadang dia yang bercerita panjang lebar.

Berbincang dengannya begitu mengasikan sehingga tak terasa waktu berlalu begitu cepat. Mulai dari pertemuan soal serah terima buku itulah aku mulai merasa tertarik dan ingin terus bertemu dengannya.

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar