Aku berbaring menatap hamparan bintang dilangit. Mengingat
senyumnya, tatapan matanya yang teduh. Seindah bintang-bintang di langit,
seindah pula wajah itu terlukis dilangit malam ini.
Sedang apa kamu sekarang sayang…desahku resah…mengucap
namanya dalam hatiku penuh kerinduan. Aku tersenyum, setiap mengingatnya aku
tersenyum dan merindunya.
Angin malam mendesir menerbangkan daun-daun dimusim gugur ini. Tumben malam ini cuaca cerah karena sudah beberapa hari diguyur hujan
terus menerus tanpa henti. Tapi hari ini cuaca begitu cerah, matahari bersinar
cerah dan angin berhembus lembut. Sampai malam hari tak satu tetespun air hujan
turun. Aku merapatkan jaketku karena angin yang kurasakan mulai menusuk kulit
menembus persendian dan tulangku.
***
“Lima bulan lagi aku pulang,” kataku pada papa.
“Buat apa kamu lama-lama disana? Apa yang kamu lakukan
selama ini, jangan jadi laki-laki pengecut. Ayo pulang temui wanita itu. Dia
menanyakan terus keberadaanmu. Selain itu dia juga selesaikan masalahmu yang
tertunda selama ini dengannya.” Ucap laki-laki yang kupanggil papa diseberang
sana.
“Papa maaf aku sudah memutuskan tak lagi melanjutkan semuanya.
Tolong katakana itu pada dia pa. Aku lelah selalu hidup dalam bayang-bayang
papa selama ini.” Ucapku acuh.
“Anak kurang ajar, kamu pikir siapa yang memulai hal itu.
Kamu yang awalnya setuju lalu sekarang kenapa mengelak..ayo tunjukkan tanggung
jawabmu, kamu kan sudah dewasa.” Ucap laki-laki itu dengan nada marah.
“Pa aku udah ga mau tengkar lagi sama papa, jadi sudahlah
pa.” ujarku masih dengan nada sopan, meredam kekesalan yang hampir terungkap
lewat nada suaraku.
“Sayang, kamu pulang dulu yaa…kita bicarakan dirumah ya.
Jangan bertengkar dengan papa di telpon. Masih bisa kan kita bicarakan
baik-baik semuanya.” Ucap wanita yang sekarang menjadi istri menggantikan
mamaku itu. Tante Sofia. Entah bagaimana bisa telpon itu sudah berpindah tangan
ke tangan wanita itu.
“Iya tante, aku juga ga mau bertengkar dengan papa kog. Aku
juga sudah lelah. Maka itu jangan urusi lagi kehidupan aku. Toh aku sudah
melakukan yang papa mau selama ini. Jadi aku pikir sudah saatnya aku mencari
kehidupan aku sendiri. Dan tolong jangan ikut campur masalah kami, tante ga tau
apa-apa.” Ucapku sedikit kesal pada wanita itu.
Entah mengapa tiba-tiba aku
teringat mama. Dan mengingat betapa mama menderita setelah wanita itu berani datang
tiba-tiba memasuki kehidupan kami yang indah pada awalnya dan secara tiba-tiba mengusik
kehidupan itu. Aku selalu menganggap dia merebut papa. Papa yang awalnya milik
kami, mama dan aku.
Brengsek umpatku tanpa suara. Kenapa harus wanita itu yang
sekarang memegang telponnya dan berbicara padaku. Aku tak pernah mau berbicara
dengannya. Sama sekali sejak dia mulai masuk dalam hidup kami, aku membencinya.
Sangat membencinya.
Dia bukan hanya membuat mamaku menderita tetapi juga
sekaligus menyebabkan mama akhirnya meninggal.
Hanya karena aku masih menghormati papa saja masih bisa
mengucap dan memanggil dia dengan sebutan tante. Kalau tidak, aku akan
memanggil dia pelacur, wanita simpanan atau apalah dengan makian kasar lainnya.
“Sudah tante, jangan ikut campur, aku lelah.”
Klik…aku matikan telponnya dengan kesal. Entah mengapa
setiap wanita itu ikut campur dalam pembicaraan antara aku dan papa, bukan
malah menyelesaikan permasalahan tetapi makin membuat aku semakin kesal dan
marah.
***
Aku menyusuri jalanan
kota New York di musim gugur. Kota
terpadat didunia dengan segala kesibukannya. Aku menyusuri jalanan dimana orang-orang yang tergesa-gesa bergegas pergi ke tempat tujuan mereka, namun ada
juga yang berjalan santai dengan menikmati suasana musim gugur yang sebentar
lagi beralih menjadi lebih dingin.
Daun-daun menguning dan berjatuhan mengotori jalanan kota
yang tetap padat mendenyutkan nafasnya. Namun suasana musim gugur yang syahdu
membuat keindahan tersendiri bagi setiap orang yang menginjakkan kakinya dikota
ini. Terlebih agen-agen perjalanan yang sudah mulai sibuk membawa banyak wisatawan asing dari berbagai Negara untuk menikmati musim gugur
dikota ini maupun didaerah-daerah sekitar New York yang terkenal indahnya.
Sambil terus berjalan aku menendang-nendang daun-daun yang
terhampar dijalanan kota .
Tiba-tiba mataku tertumbuk pada sosok orang yang
kukenal.
Gadis itu melangkah cepat dengan kaki-kakinya yang jenjang.
Melewati kerumunan orang di sebrang jalan tempat aku berjalan. Dia nampak tergesa,
rambutnya yang tergerai melambai kekanan dan kekiri. Badannya yang ramping
meliuk-liuk menghindari orang yang berpapasan dengannya atau saat dia menerebos
orang didepannya. Tak jarang senyumnya yang indah tersungging dimulutnya dan
kata lirih ‘sorry’ tertangkap dari mulutnya yang mungil.
Aku tergesa mengikutinya. Mataku tak lepas dari sosok itu.
Mau kemana dia? Kenapa dia ada disini? Ya Tuhan apa yang dia
lakukan disini? Aku sedikit bingung tapi sambil terus mengikuti dia.
Di tikungan dia berbelok. Aku tergagap kehilangan dia. Teryata dia memasuki
sebuah gedung perkantoran megah di tangah kota New York, Ramsay state
building. Salah satu gedung perkantoran paling sibuk dikota New York.
Pikiranku berkecamuk dengan berbagai hal tentang dia. Jemima
Anastasia…aku mendesahkan namanya tanpa sadar. Wanita yang selama 3 tahun ini
aku tinggalkan begitu saja tanpa kabar. Tanpa pesan jelas.
Aku terlalu pengecut untuk bertemu dengannya lagi semenjak
peristiwa 3 tahun lalu yang penuh drama. Dengan hanya meninggalkan sepucuk
surat tanpa nama dan alamat. Aku terlalu pengecut untuk mengatakan sendiri
kepadanya tentang perasaanku padanya. Karena aku juga terbelit sendiri oleh
kebodohanku menyetujui untuk menikahi wanita lain yang tidak sekalipun mampir
dan hadir utuh dalam hati dan pikiranku. Sejak mengenal Jemima pertama kali
tanpa sengaja, aku sudah dibuat kagum oleh keberaniannya, kemandiriannya,
kecerdasannya dan cara dia membawa dirinya selama ini. Aku merasa dia begitu
istimewa. Meski perkenalanku dengannya hanya berlangsung sederhana tanpa
sesuatu yang menggebu dan istimewa,
tetapi bagiku dia begitu istimewa. Entah dia menganggap aku apa, tetapi bagiku
dia begitu special. Dan aku begitu bodoh tak
mengakui hal itu kepadanya. Terlebih lagi begitu bodoh hingga terjebak pada
perjodohan konyol yang diatur oleh ayahku.
Tiinn….tiiinn…klakson mobil tiba-tiba mengagetkanku. Tanpa
sadar aku berjalan hampir ke tengah jalan.
“Heeiii liat tanda jalan….sudah merah buat pejalan kaki.” Teriak
seorang yang melongokkan kepalanya dari mobil yang membunyikan klakson dengan
nada marah.
Cepat-cepat aku mundur kembali ketempat sebelum aku
melangkah. Dan menunggu ulang lampu tanda pejalan kaki berubah hijau kembali. “Sori Pak…” teriakku padanya. Aku merutuki lamunanku pada Jemima sehingga membuatku
hampir tertabrak mobil.
Saat lampu hijau nyala, segera aku menyebrang dengan sedikit
berlari dan menuju kearah Ramsay state building.
Aku membuka pintu gedung itu. Sampai didalam gedung aku
sedikit bingung, karena aku tak tahu kemana
arah Jemima tadi pergi, ke lantai berapa, ke ruangan mana.
Aku merasa sedikit bodoh karena aku tak tahu apapun tentang
Jemima yang berada di kota ini. Atau apa itu ilusiku saja yang melihatnya
dikota ini. Tapi melihatnya tadi terasa begitu nyata.
Aku bingung, hingga tiba-tiba…
“Tuan ada yang bisa saya bantu?” petugas security bertanya
padaku karena mungkin melihat kebingungan aku.
“Hmmm…sori saya sedikit bingung pak,” ujarku, “Tadi saya
melihat teman saya masuk ke gedung ini, tapi saya tak tahu dia kearah mana, naik ke lantai berapa danke
ruangan mana.” Ujarku lanjut sambil menggaruk-garuk rambutku yang tiba-tiba
terasa gatal.
Dia tersenyum kearahku “Wah susah itu Tuan, gedung ini ada 50
lantai dan banyak sekali ruangan di dalam gedung ini. Banyak perkantoran juga
ada digedung ini. Dia bekerja dimana? Siapa tahu mungkin saya mengenalnya.”
“Justru itu saya tidak tahu.” Ujarku sambil tersenyum
padanya.
Aku meninggalkan gedung dengan langkah gontai. Hatiku
menghangat, membayangkan Jemima, wanita yang selalu aku rindukan berada dalam 1
kota bersamaku. Meskipun aku tak tahu dimana dia tinggal, apa yang dia lakukan
dikota ini. Tetapi membayangkan suatu hari aku bisa bertemu lagi dengannya,
menatapanya, berbicara dengannya membuat bibirku tersenyum dan mataku berbinar.
“Haii…John bisa kamu bantu aku? Aku lagi cari informasi nih
tentang seseorang”
Aku menutup pembicaraanku dengan John dan berharap orang
kepercayaanku itu segera menemukan informasi yang kumau secepatnya.
To be Continued
pertamaaxxxx...
BalasHapuswah sy msh meraba-raba gimana ini ceritanya sis..
lanjutin yaaaaa....
Thanks sista udh baca...awalnya biar bikin penasaran dulu deh hehe..moga penasaran yaa wkwkwk *geer pdhal masih amatir bangeet
Hapushihihi... sama2 amatir jg sis..
Hapuspokoke sama2 berkarya dah!!
Thanks dear...udh dilanjut dikit di pomiy 2...moga bs dimengerti ceritanya hehe
Hapus