Berdua dengan Ernest di Bali membuat aku bahagia. Walau
pertemuan itu hanya dianggapnya pertemuan dua teman biasa saja tapi bagiku
momen-momen bersamanya adalah momen terindah bagi aku. Yang entah kapan akan
bisa terulang lagi.
Bipp bipp bb aku berbunyi.
'Hai kei...lagi ngapain? Jangan lupa pulang say...I miss u so
muach muach...
-__-'
-__-'
Bbm dari Vero...aku tersenyum membayangkan Vero menghandle
tugas-tugas sendirian.
'Miss u too ver...ya ampun besok kan aku pulang sayank...wait
for me yaa...4 hari rasanya kurang lama nih liburanku, haiih haha'
'Haaa kurang lama, ya ampun say, aku udah rasanya seabad nunggu
kamu. Apalagi tu krjaan kamu numpuk. Pak burhan minta aku handle sementara.
Buseet kei...botak bisa-bisa aku hikss...please kasihani aku donk'
'Hahaha lebaay ah...'
'Cepetan pulang...ato klo ga besok aku nyusul ikut liburan juga
wkwkwkkw'
'Hayoo kita buat pak Burhan kebakaran jenggot deh'
'Wakakakaka...'
***
Bipp bipp
***
Bipp bipp
'Kei maaf ya hari ini aku harus ke jakarta lalu langsung terbang
kembali ke NY. Ada urusan mendadak. Sorii ya kita cuma bisa ketemu 2 hari'
'Besok kamu pulang kan? Hati2 ya beib. Take care. Smoga suatu hari
kita bisa ketemu lagi yaa.'
Bbm Ernest...aku terkejut. Karena mendadak dia mau pergi.
Padahal awal rencana dia mau 1 minggu di bali, karena bisnis yang dia handle di bali
agak rumit katanya. Dan baru 2 hari aku bersamanya, itupun ga sepanjang hari.
Tiba2 dia harus pergi lagi.
'Iya nes gpp. Aku ngerti kesibukan kamu kog. Kamu kesini kan juga bukan
sengaja berlibur dan menemaniku. Tapi untuk berbisnis.'
'Iya seh tapi aku ga tau kapan lagi bisa ketemu kamu kei. I really have a
great time with you in Bali'
'Sama2 nes. Senang juga bisa ketemu kamu lagi. Klo ke jakarta kontak aku aja'
'Hopefully dear. Byee kei. Starting miss u.'
Heeem I miss u too nes all the time.
***
Kususuri pantai Kuta sendirian. Hari ini hari terakhir aku berlibur.
Besok aku sudah harus terbang kembali ke Jakarta. Kembali ke rutintas pekerjaan dan
kehidupanku yang sepi.
Angin mengibarkan rambut panjangku yang terurai. Aku sengaja tidak
mengikatnya dan hasilnya rambutku kusut masai terkena angin.
Aku menendang-nendang pasir pantai pelan. Lalu duduk dipasir
tanpa alas. Memandang ke arah laut. Merasa sepi. Andai Ernest masih disini.
Mungkin aku ga akan sesepi ini. Bertemu dia lagi serasa bagai mimpi. Aku ga mau itu
cepat berakhir. Tapi nyatanya hari ini dia harus pergi lagi. Dan entah kapan lagi aku bisa bertemu dia.
"Pijat nona?" Seorang embok menawari aku pijat pantai.
Boleh juga kucoba untuk sekedar menghilangkan penatku. Mungkin secara fisik aku tak
lelah, tapi jiwaku lelah, pikiranku lelah.
"Boleh mbok. Dimana?"
"Mari non ikut saya, dipinggir sana."
Aku mengikuti si embok yang berjalan ke tempat biasa dia memijat.
Ada alas tikar diatas kursi pantai dan sehelai kain penutup badan terhampar disana.
Di bali sudah biasa memijat dipinggir pantai begitu. Karena biasanya bule-bule berbikini yang melakukan pijat itu, tapi kadang ada orang-orang Indonesia
juga yang kebetulan sedang liburan ato berjalan2 dipantai menikmati layanan pijat
ini.
Aku menelungkupkan badanku. Si embok menutupi badanku dengan kain
yang tadi ada diatas tikar. Dia mulai memijatku perlahan.
"Nona dari mana asalnya?" Tanya si embok tiba2.
"Dari Jakarta mbok."
"Oo...sering maen Bali non?"
"Ya sudah beberapa kali mbok." Jawabku.
"Saya lihat 2 hari lalu nona datang ke pantai ni sama laki-laki, itu pacar
nona apa suami nona? Kog sekarang ga menemani?" tanya si mbok dengan nada penasaran.
"Oo mbok lihat saya 2 hari lalu?" Aneh juga pikirku, karena mungkin
banyak orang datang ke pantai ini, tapi dia masih ingat 2 hari lalu aku datang kesini
bersama Ernest.
"Itu bukan pacar atau suami saya mbok. Dia teman saya." Jawabku
menjelaskan siapa Ernest ke si mbok. Sebenarnya tak penting juga mengapa aku harus menjelaskan status Ernest pada si mbok, hanya saja aku cukup kagum pada ingatan si mbok pada kami berdua.
"Oo saya kira pacar atau suami nona."
"Memangnya kenapa mbok?" Tanyaku penasaran. Apa ada
sikap kami atau tingkah laku kami yg membuat dia berpikir kami adalah pasangan.
"Laki-laki itu sering datang kemari non. Tapi selalu sendirian. Dia
suka duduk lama di tempat itu. Jadi saya suka melihat dia." Katanya menjelaskan
sambil menunjuk ke satu arah tempat ernest duduk sendirian dipantai ini.
"Oya?" Tanyaku lagi. Aku mulai tertarik pada pembicaraan
si embok.
"Iya non, kadang dia duduk memandang laut dari siang sampai
sore, setelah sunset baru dia pulang."
"Tapi masa dia ga pernah bawa teman sama sekalii mbok?"
tanyaku penasaran karena ada yang tahu tentang kegiatan Ernest di pantai ini.
"Ga pernah non. Belum pernah sekalipun dia bawa teman. Baik laki-laki ataupun wanita. Baru saya lihat nona yang dia bawa."
"Ga pernah non. Belum pernah sekalipun dia bawa teman. Baik laki-laki ataupun wanita. Baru saya lihat nona yang dia bawa."
"Makanya saya pikir nona pacar dia ato istri dia. Abis kalian
mesra seperti sedang pacaran ato bulan madu." Lanjut si embok smbil
tertawa kecil.
"Masa seh kami mesra? Biasa aja kali mbok." ujarku malu.
Aku berpikir kami ga terlalu mesra. Hanya sempat bergandeng tangan
ato merangkul pundak tapi saat itu kami sedang bercanda. Ato saat ernest menyibak
rambut yang menutupi mukaku. Tak sengaja dia memegang pipiku. Tapi semua itu kan
tidak dia sengaja. Apa itu yg disebut mesra? Bagiku smua hal itu memang
istimewa tapi mungkin bagi Ernest smua itu biasa saja.
"Nona cocok banget ma laki-laki itu non. Nona cantik, dia
tampan." Lanjut si embok.
"Heem masa seh mbok. Makasih...tapi kami cuma berteman kog
mbok."
"Ya kan ga tau non kalo emank jodoh seh ga kemana-kemana."
"Haiih kaya sinetron aja mbok. Pasti embok suka nonton sinetron
percintaan gitu yaa." Kataku sambil tertawa. Si embok ikut tertawa.
***
Dikamarku aku tak bisa memejamkan mataku. Aku nyalakan teve tapi tak satu acarapun yang benar-benar membuat aku fokus melihatnya. Aku termenung memikirkan percakapanku dengan si embok tadi siang.
"Aku suka sekali ke pantai ini. Entah kenapa. Aku menemukan kedamaian saat melihat debur ombak pantai ini. Melihat burung-burung beterbangan diatas laut. Melihat awan, matahari terbenam." Katanya 2 hari lalu padaku.
"Aku ga tau. Aku begitu suka suasana pantai ini. Memoriku selalu kembali saat aku kembali masuk ke pantai ini."
Aku hanya terdiam mendengarnya berbicara.
"Mungkin suatu hari saat aku datang kesini, memori tentangmu juga akan ada disini kei. Entah kapan aku bisa kesini lagi bersamamu." Suaranya pelan sambil menatap lurus ke arah laut. Terdengar sangat berat ditelingaku ketika dia mengucapkan itu.
Apakah dia akan lama tidak pulang ke Bali? Bukankah ini rumahnya, tempat dia dilahirkan. Suatu saat dia juga pasti akan pulang kesini. Mungkin bersama dengan istrinya, bersama anak-anaknya yang lucu-lucu. Bermain bersama dipantai ini.
Aku bergetar membayangkan seandainya aku adalah wanita itu, menggandeng tangan anak-anak kecil yang juga anak-anaknya. Impian itu terlalu indah. Hingga perih rasanya hatiku memikirkan juga bahwa tak mungkin dia memikirkannya hal yang sama seperti aku.
"Kei, kamu suka tipe cowo seperti apa?" Tanyanya tiba-tiba.
"Heem apa ya? Sederhana aja. Aku suka laki-laki yang bisa tertawa dan menangis bersamaku tanpa aku harus menjadi orang lain saat bersamanya. Yang mencintaiku tanpa harus berpikir kenapa dia mencintaiku. Aneh yaa kedengerannya."
"Kog kayanya sulit banget yaa?" Dia tertawa kecil. "Kupikir yang tampan, mapan, baik. Ya standar para wanita aja."
"Masa seh? Ga juga ah. Klo yang namanya cinta, kita harus nyaman saat bersama dia. Bukan hanya dengan wajahnya, kekayaan ato hanya kebaikannya. Toh kalau cinta harus terima sepaket, baik ama buruknya dia" Kataku menerangkan.
"Heem masa? Apa aku seperti itu jugakah?" Tanyaku sambil berpikir dan merasa pada diri sendiri.
"Mungkin kamu orang langka itu." Dia berkata sambil tertawa kecil.
Aku memandangnya. Ada segaris luka disenyumnya. Entah apa, apakah benar itu luka ato tidak aku tak tahu. Apa yang sedang dia pikirkan, rasakan. Aku hanya merasa ada sesuatu yang sudah lama dia pendam, hanya tak pernah dia katakan.
'Nes, lagi apa? Aku baru saja memikirkanmu'
Aku mengirim bbm padanya. Hanya tanda centang, tak ada tulisan D atau R. Bbm itu tak terkirim. Menggantung...
***
***
Dikamarku aku tak bisa memejamkan mataku. Aku nyalakan teve tapi tak satu acarapun yang benar-benar membuat aku fokus melihatnya. Aku termenung memikirkan percakapanku dengan si embok tadi siang.
Aku membayangkan Ernest yang selalu datang sendirian ke pantai
itu. Dan baru kali ini aku lah orang pertama yang diajaknya kesana. Sungguhkah
dia tak pernah sekalipun mengajak seseorang kesana. Apakah benar dia tak punya
orang spesial yang dia ajak ke pantai itu. Dan sebenarnya kenapa dia suka
sekali pantai itu sehingga ketika pulang ke Bali dia selalu pergi kesana.
Hari-harinya dihabiskan di pantai itu.
***
"Aku suka sekali ke pantai ini. Entah kenapa. Aku menemukan kedamaian saat melihat debur ombak pantai ini. Melihat burung-burung beterbangan diatas laut. Melihat awan, matahari terbenam." Katanya 2 hari lalu padaku.
"Kenapa pantai ini?" Tanyaku. Padahal setahuku di Bali
banyak sekali pantai yang indah.
"Aku ga tau. Aku begitu suka suasana pantai ini. Memoriku selalu kembali saat aku kembali masuk ke pantai ini."
Aku hanya terdiam mendengarnya berbicara.
"Mungkin suatu hari saat aku datang kesini, memori tentangmu juga akan ada disini kei. Entah kapan aku bisa kesini lagi bersamamu." Suaranya pelan sambil menatap lurus ke arah laut. Terdengar sangat berat ditelingaku ketika dia mengucapkan itu.
Apakah dia akan lama tidak pulang ke Bali? Bukankah ini rumahnya, tempat dia dilahirkan. Suatu saat dia juga pasti akan pulang kesini. Mungkin bersama dengan istrinya, bersama anak-anaknya yang lucu-lucu. Bermain bersama dipantai ini.
Aku bergetar membayangkan seandainya aku adalah wanita itu, menggandeng tangan anak-anak kecil yang juga anak-anaknya. Impian itu terlalu indah. Hingga perih rasanya hatiku memikirkan juga bahwa tak mungkin dia memikirkannya hal yang sama seperti aku.
"Kei, kamu suka tipe cowo seperti apa?" Tanyanya tiba-tiba.
"Heem apa ya? Sederhana aja. Aku suka laki-laki yang bisa tertawa dan menangis bersamaku tanpa aku harus menjadi orang lain saat bersamanya. Yang mencintaiku tanpa harus berpikir kenapa dia mencintaiku. Aneh yaa kedengerannya."
"Kog kayanya sulit banget yaa?" Dia tertawa kecil. "Kupikir yang tampan, mapan, baik. Ya standar para wanita aja."
"Masa seh? Ga juga ah. Klo yang namanya cinta, kita harus nyaman saat bersama dia. Bukan hanya dengan wajahnya, kekayaan ato hanya kebaikannya. Toh kalau cinta harus terima sepaket, baik ama buruknya dia" Kataku menerangkan.
"Heem bener juga sih. Tapi apa ada yang seperti itu?
Terlebih sekarang dunia udah dipenuhi orang-orang yang materialistis, yang ada
hanya memandang fisik dan materi semata." Dia berkata dengan nada sedikit tinggi
sambil menarik nafasnya. Aku kaget mendengar dia berkata seperti itu.
"Tapi ga smua seperti itu kog nes."
"Entahlah...tapi banyak yang kutemui seperti itu."
"Heem masa? Apa aku seperti itu jugakah?" Tanyaku sambil berpikir dan merasa pada diri sendiri.
"Mungkin kamu orang langka itu." Dia berkata sambil tertawa kecil.
Aku memandangnya. Ada segaris luka disenyumnya. Entah apa, apakah benar itu luka ato tidak aku tak tahu. Apa yang sedang dia pikirkan, rasakan. Aku hanya merasa ada sesuatu yang sudah lama dia pendam, hanya tak pernah dia katakan.
Apa itu nes? Apa? Tak terasa hatiku sakit saat memikirkannya. Aku dapat menangis
dan tersenyum disaat bersamaan saat memikirkannya. Aku merindukannya.
Baru 2 hari bersamanya kini aku sudah kehilangan dia lagi. Sebenarnya
hubungan apakah yang kupunya dengannya. Mengapa hanya menjadi temannya
merupakan sakit bagiku. Mengapa menjadi temannya tak pernah cukup bagiku.
'Nes, lagi apa? Aku baru saja memikirkanmu'
Aku mengirim bbm padanya. Hanya tanda centang, tak ada tulisan D atau R. Bbm itu tak terkirim. Menggantung...
***